Merayakan Keterhubungan
Dua minggu yang lalu, ketika berkunjung di Trans Studio Makassar, saya membeli sebuah buku yang berjudul “The Five People You Meet in Heav...
Dua minggu yang lalu, ketika berkunjung di Trans Studio Makassar, saya membeli sebuah buku yang berjudul “The Five People You Meet in Heaven”. Buku itu saya beli untuk mengenal penulisnya lebih baik, Mitch Albom. Dua buah karya Mitch Albom yang lain, yakni Time Keeper, Tuesday With Morrie telah saya baca sebelum mendapatkan buku The Five People You Meet in Heaven. Setelah membaca ketiga buku karya Mitch Albom, saya hendak membeli bukunya yang lain. Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan setelah membaca sejumlah karyanya.
Kali ini, saya ingin menceritakan sebuah kata kunci yang menjadi pesan dalam buku “The Five People You Meet in Heaven” yakni “Connected.”
(dok.pribadi) Gramedia Trans Studio Makassar |
*
1/
Beberapa hari yang lalu, saya diberikan kesempatan dari pihak Pembantu Dekan III Fakultas Psikologi untuk berbagi. Saya ditugaskan untuk mengajak mahasiswa angkatan baru untuk turut serta dalam pembuatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam sebuah workshop. PKM merupakan sebuah sarana untuk mengaplikasikan keilmuan mahasiswa untuk masyarakat. Saya tidak akan menjelaskan perihal PKM. Namun, kegiatan kemarin membuat saya mengenal lebih dekat kurang lebih 160 mahasiswa baru angkatan 2014.
Sebelumnya, ada hal yang ingin saya ceritakan tentang kisah mahasiswa baru di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. Setiap mahasiswa baru yang menginjakkan kaki di lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar akan menerima sejumlah aturan atau budaya yang telah terbangun. Salah satunya, setiap dari mereka akan mendapatkan Buku Orange. Di dalam buku orange itu, terdapat sejumlah kolom nama, alamat, dan tanda tangan dari seluruh mahasiswa aktif di Fakultas Psikologi UNM. Tugas para mahasiswa baru adalah mengisi kolom tanda tangan itu sebanyak mungkin. Buku itu akan menjadi penghubung antara mahasiswa baru dengan mahasiswa dengan angkatan yang lebih tua.
Perjuangan mendapat tanda tangan, atau mengenal mahasiswa lain bukanlah perkara mudah. Ada mahasiswa yang dengan mudahnya, memberikan tanda tangannya, dan ada juga yang sulit memberikan tanda tangannya. Terkadang, mahasiswa yang tanda tangannya sulit didapatkan memiliki syarat khusus untuk dipenuhi dan setelah itu baru dia akan dengan senang hati membagikan tanda tangannya. Saya termasuk mahasiswa yang mungkin agak tidak menyenangkan di mata mahasiswa baru. Setiap ada yang datang meminta tanda tangan, ada syarat khusus yang saya berikan.
“Kalian harus datang ke perpustakaan Fakultas Psikologi, temui pegawai perpustakaan dan ambil formulir pendaftaran anggota perpustakaan. Setelah itu, saya akan memberimu tanda tangan” Seperti itu syarat yang kuberikan pada mahasiswa angkatan baru 2014. Saat workshop PKM, saya meminta maaf atas kelakuan saya yang menjengkelkan itu dan menjelaskan alasannya kepada mereka. Bahwa sesungguhnya, saya berharap mereka akan menghabiskan waktu dengan lebih banyak membaca. Menghubungkan dirinya dengan pemahaman baru yang membantu menemukan diri mereka masing-masing. Harapan itu, mungkin berlebihan.
Dua bulan yang lalu, dibantu dengan lima orang teman saya, kami membangun Rumah Literasi. Di Kelurahan Labessi, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng, kami ingin melihat anak-anak dan pemuda mengenal buku sebagai teman yang paling baik. Rumah Literasi merupakan ruang baca yang kami impikan dapat menjadi penghubung mereka menuju masa depan yang lebih baik. Budaya membaca akan menjadi titik utama dalam membantu mereka untuk memahami kondisi perkembangan yang semakin pesat. Setiap minggu, saya menyempatkan waktu untuk datang ke Rumah Literasi dan bermain dengan anak-anak atau pemuda. Mengajak mereka membaca buku ini dan itu.
Saat mengumpulkan buku itu, saya terhubung dengan orang-orang yang percaya bahwa berbagi adalah hal yang menyenangkan. Kami mendapatkan bantuan buku dari teman kampus, teman SMA, dan juga sejumlah kenalan yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Kami menerima kiriman buku-buku yang bermanfaat disertai dengan niat memberi yang tulus membuat kami bersyukur dan bersemangat.
Menjadi bagian dari Young Leaders for Indonesia (YLI), tepat setahun yang lalu, di bulan September 2013. Pada forum tersebut, saya bertemu dengan 60 pemuda terbaik Indonesia. Terdiri dari mahasiswa Indonesia yang kuliah di universitas terbaik di Indonesia, ada juga mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia dan Singapura turut serta dalam forum tersebut. Tujuan dari forum tersebut adalah untuk memberikan kami kesempatan untuk belajar menjadi pemimpin dalam tingkat nasional hingga internasional. Saya pun belajar dari pemateri seperti Bapak Anies Baswedan (President of Paramadina University), Bapak Alexander Rusli (CEO of Indosat), Ibu Tri Mumpuni (Director of IBEKA), Bapak Ignasius Jonan (CEO of PT Kereta Api Indonesia), Bapak Fuad Rahmany (Director General of Tax, Ministry of Finance), Bapak Basuki T. Purnama (Vice Governor of DKI Jaya), Bapak Haryanto Budiman (Managing Director & Senior Country Officer of J.P. Morgan Indonesia), Ibu Shinta Kamdani (Managing Director of Sintesa Group), Bapak Sandiaga Uno (Founding Partner of Saratoga Investama Sedaya), Aldi Haryopratomo (Founder of RUMA), Leonardo Kamilius (Founder and CEO of Koperasi KASIH Indonesia), dan lain-lain.
Saat pulang dari kegiatan tersebut, di Bandara Soekarno-Hatta, saya bertemua dengan Kak Nahla. Salah seorang alumni pertukaran pemuda Indonesia – Kanada, yang juga member saya motivasi untuk ikut bergabung dalam program yang sama di tahun 2012. Waktu itu, dia baru saja pulang dari Korea Selatan, menemui seorang yang istimewa. Kami bercerita tentang banyak hal. Dan rencana kak Nahla untuk melanjutkan studi di Amerika. Beliau senang membagikan semangatnya. Sekarang, kak Nahla berada di Texas, Amerika Serikat melanjutkan studinya. Dan komunikasi terakhir saya di facebook, dia bertanya “Kapan kamu nyusul ke sini Wan?”
4/
Di tahun 2012, saya pun melintasi langit Oktober setelah di bulan September mendapatkan kepastian untuk menjadi satu dari 27 pemuda dari Sabang sampai Merauke untuk menjadi delegasi pertukaran pemuda Indonesia - Kanada. Kesempatan itu memberikan saya kesempatan untuk terhubung dengan teman baru asal Kanada. Program berlangsung selama 6 bulan, dengan jangka waktu 3 bulan di Kanada, dan 3 bulan di Indonesia. Di Kanada, saya ditempatkan di sebuah kota yang bernama Charlottetown dan di Indonesia, saya ditempatkan di sebuah desa di Kota Garut, Jawa Barat. Seluruh program bermuara pada penanaman keikhlasan untuk menjadi relawan atau volunteer dan siap berbagi dengan orang di sekitar kita.
Dalam program itu, ada sebuah istilah yakni counterpart. Counterpart adalah teman asal Kanada yang akan menjadi pasangan selama enam bulan. Dan saat itu, Eliot menjadi counterpart saya. Dia lebih tua empat tahun dibandingkan saya. Perbedaan usia dan budaya membuat kami belajar banyak. Saat program kami dapat bekerja sama dengan baik. Hingga sekarang, saya dan Eliot masih melakukan komunikasi melalui sejumlah sosial media. Saat ini, dia tengah melanjutkan studinya di Universitas Toronto. Sebelum berpisah di Bandara Soekarno-Hatta, Eliot mengatakan jika akan kembali ke Indonesia setelah dia menyelesaikan studinya. Namun dalam hati, saya juga ingin kembali ke Kanada untuk menemui Eliot dan keluarga angkat saya sebelum Eliot lebih dulu ke Indonesia. Entah siapa yang akan mengunjungi atau dikunjungi.
*
Empat peristiwa tersebut memberikan saya pemahaman tentang makna sebuah hubungan. Dari setiap peristiwa, selalu ada pertemuan dan kebahagian baru yang dapat kita temukan. Selain itu, saya merasa beruntung bisa menjadi mahasiswa psikologi, yang secara tidak langsung memberikan sebuah landasan berpikir jika keterhubungan adalah sebuah kewajiban untuk meningkatkan kualitas pribadi individu. Selain itu pula, semenjak belajar psikologi saya percaya jika ingin belajar perilaku adalah dengan mengamati atau mengobservasi perilaku secara langsung.
Terkadang, saya senang berkunjung ke suatu tempat, sekedar untuk belajar observasi, salah satu tempatnya adalah Trans Studio Makassar. Sebagai salah satu Mall terbesar di Makassar, TSM menjadi tempat yang menyenangkan bagi saya. Saya sering menghabiskan waktu bersama teman, atau sendiri dengan menikmati sejumlah kesenangan yang ada. Saya sering mengajak orang lain datang dan berkunjung di Trans Studio Makassar. Misalnya saja, Ibu saya yang seorang guru di Soppeng, pernah membawa murid-muridnya saat libur semester untuk bermain di Trans Studio Thema Park. Teman yang berasal dari luar Makassar, akan selalu mencari dan ingin berkunjung di TSM.
*
Paragraf penutup dari buku “The five people you meet in Heaven”
“Semua kehidupan mempengaruhi kehidupan berikutnya, dan kehidupan berikutnya itu mempengaruhi kehidupan yang berikutnya lagi, dan bahwa dunia ini penuh dengan kisah-kisah kehidupan, dan semua kisah kehidupan itu adalah satu”
(dok.pribadi) Perjalanan sore menuju TSM |
(dok.pribadi) Trans Studio Makassar |
Kemarin saya berniat untuk kembali ke TSM mendapatkan dua buah buku dari Mitch Albom, yakni Have a Little Faith: a True Story dan For One More Day. Dan sore tadi, saya kembali berkunjung ke TSM bersama dengan teman saya untuk mendapatkan dua buah buku itu. Di Gramedia TSM, saya mendapatkan sebuah keterhubungan yang menghubungkan sejumlah peristiwa yang mengingatkan saya tentang “Connected.”
Maka, lewat tulisan ini saya hendak merayakan sebuah keterhubungan yang satu. Kita semua dapat terhubung satu sama lain, dan inti dari sebuah keterhubungan bagi saya adalah menciptakan kebaikan. Sehingga merayakan semua ini, mengajak saya kembali untuk menemukan dan mengembangkan nilai dari setiap peristiwa sebagai bahan refleksi untuk menjadi lebih baik dan terhubung dengan hal-hal yang lebih luas.
Selamat Merayakan!
Post a Comment: